Indai, Apai, Darah

Ibu, Ayah, Darah

Film

Dalam film ketiga dari seri yang menyoroti Masyarakat Adat dari Wayfinders Circle Initiative, seorang gadis muda yang tumbuh di hutan Adat Kalimantan Tengah menelusuri hubungan leluhurnya untuk mendapatkan pemberian sebuah ceritaperjuangan orang-orangnya pada tahun 1973 dalam menjaga tanah mereka dari deforestasi besar-besaran. 

Watch the trailer for Indai, Apai, Darah (Ibu, Ayah, Darah).

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on email
Share on whatsapp

Indai, Apai, Darah (Ibu, Ayah, Darah )

Disutradarai oleh Kynan Tegar (Dayak Iban)
2024 | Film 15 menit 47 detik

Di seluruh pulau Kalimantan, ledakan perkebunan minyak kelapa sawit telah menyebabkan deforestasi massal dan memaksa banyak Masyarakat Adat untuk mengijinkan penebangan hutan sakral mereka dengan pemberian imbalan langsung. Namun, di desa Sungai Utik, Indonesia, para tetua dari orang Dayak Iban telah berhasil mengusir perusahaan-perusahaan ekstraktif ini dan melindungi hutan di sekitarnya. Film dokumenter singkat ini, ditulis dan disutradarai oleh pembuat film berusia 18 tahun dari Sungai Utik, Kynan Tegar, mengikuti seorang gadis muda yang membuat penemuan ajaib saat berada di hutan, dan mempelajari tindakan berani para tetuanya. Indai Apai Darah adalah surat cinta untuk pohon, sungai dan burung yang mengelilingi desa Kynan, serta para tetua pemimpin yang mampu melindungi mata pencaharian mereka. Seperti yang dikatakan tetua Sungai Utik Apai Janggut dalam film iniBumi adalah ibu kita, hutan adalah ayah kita, dan sungai adalah darah kita. 

Pernyataan Sutradara dan Bio

Pernyataan Sutradara
Indai, Apai, Darah” berfungsi sebagai surat cintaku kepada desa yang membesarkan tidak hanya aku tetapi juga ayahku, ayahnya, dan generasi sebelumnya yang tak terhitung jumlahnya. Judulnya sendiri berasal dari kutipan yang tertanam dalam hati kami yang disampaikan oleh kakek saya: “Tanah adalah ibu kami, hutan ayah kami, dan sungai darah kami.” Kutipan ini dengan sempurna merangkum filosofi yang memandu cara hidup kami di Sungai Utik. Namun, cara hidup ini telah menghadapi ancaman terus-menerus selama beberapa dekade. Penebang hutan telah menjadikan hutan kami sebagai target mereka sejak tahun 1970-an. Hanya berkat tekad yang tak tergoyahkan dari para tetua kami, hutan kami tetap dalam keadaan saat inisubur, hangat, penuh dengan kehidupan, dan diilhami dengan kedamaian. Melalui film ini, niat saya adalah untuk membangkitkan perasaan ini, yang kemudian disandingkan dengan realitas keras yang terjadi di bagian lain Kalimantan. Deforestasi massal tetap berjalan terlepas segala upaya yang dilakukan, dan masa depan Masyarakat Adat yang menyebut hutan-hutan ini sebagai rumah mereka tetap tidak pasti. Dengan film ini, saya berharap telah menangkap keindahan dari ketahanan mereka dan untuk memberikan sekilas dari pandangan saya ke seluruh dunia – sebagai seorang anak dari komunitas ini. 

Kynan New York Climate Week 2023 portrait

Kynan Tegar
Kynan Tegar adalah seorang fotografer dan pembuat film berusia 19 tahun dari suku Dayak Iban di pulau Kalimantan, Indonesia. Saat ini dia sedang belajar antropologi sosial di Universitas Indonesia di Jakarta. Tumbuh di dan sekitar rumah panjang tradisional desanya di Sungai Utik, ia telah belajar langsung dari para tetua, kebijaksanaan dan nilai-nilai mereka, kisah-kisah mereka tentang perlawanan dalam menghadapi deforestasi yang selalu mengganggu, dan ancaman terhadap cara hidup mereka. Mengambil kamera pertamanya sebagai anak berusia dua belas tahun dengan rasa ingin tahunya, ia membuat film pendek pertamanya segera setelah itu, dan segera menemukan kekuatan bercerita secara visual untuk berkomunikasi dan mengubah kehidupan. Bekerja dengan media baru ini ia membuat gambar-gambar yang penuh makna dan emosional, menyoroti kehidupan sehari-hari yang tenang dari orang-orang dan masyarakat di dalam desa yang tenteram. Dia telah memenangkan beberapa penghargaan dan memainkan filmnya dalam festival film di seluruh dunia dengan gayanya yang penuh renungan dan rasa hormat, menyoroti pengetahuan tradisional orang-orangnya, dan pentingnya keseimbangan dengan alam.

Peserta Kunci

Apai Janggut portrait Apai Janggut 

Apai Janggut adalah seorang tetua yang dihormati dan pemimpin spiritual rumah panjang dari Masyarakat Adat Dayak Iban di Sungai Utik pulau Kalimantan. Lahir di rumah panjang Sungai Utik pada tahun 1934, ia telah menjadi pemimpin dalam menyuarakan perlindungan hutan di antara orang-orangnya sejak ia mengambil alih kepemimpinan komunitas dari ayahnya pada tahun 1982.

Ketika perusahaan penebangan dan pejabat pemerintah Indonesia pertama kali mencoba untuk mendapatkan tanah Sungai Utik pada tahun 1973, Apai Janggut muda, yang saat itu dikenal sebagai Bandi Anak Ragae, termasuk di antara para pemimpin masyarakat yang dengan tegas menolak tawaran mereka. Selama beberapa dekade, ia memimpin berbagai upaya penolakan dengan kemauan dan jumlah untuk mengusir berbagai kepentingan yang bersifat ekstraktif. Setelah perjuangan yang panjang, berbagai upaya ini telah menghasilkan pengakuan dan kepemilikan secara hukum dari pemerintah Indonesia kepada masyarakat atas hampir 10.000 hektar tanah adat.

Hasil kerja Apai Janggut dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya telah membawa pengakuan internasional kepada Sungai Utik, yang mengakibatkan Masyarakat Adat Sungai Utik dianugerahi United Nations Development Program Equator Prize pada tahun 2019, dan Gelbenkian Prize for Humanity pada tahun 2023.

 

Apai Kudi Smile PortraitApai Kudi

Apai Kudi adalah pendongeng dan tetua yang memimpin banyak upacara dan inisiatif komunitas untuk Masyarakat Adat Dayak Iban di Sungai Utik. Dia sering menceritakan kisah dan mengajarkan lagu-lagu kepada anak-anak dan remaja desa, dan merupakan tokoh kunci bagi banyak festival dan ritual yang penting dalam budaya Iban. Sebagai seorang pemuda, Kudi adalah salah satu anggota masyarakat pertama yang menemukan penyerobotan ilegal yang dilakukan oleh pabrik minyak kelapa sawit dan pejabat pemerintah ke tanah Sungai Utik. Dia membantu membangkitkan masyarakat sekitar untuk melindungi hutan dan cara-caranya dalam memberi penghidupan, berpartisipasi dalam protes dan pembicaraan panjang dengan perwakilan pemerintah dan perusahaan, dan akhirnya membantu mendapatkan pengakuan resmi dan kedaulatan atas hutan yang mereka lindungi dan pelajari.

 

Apai Gadja Portrait

 Apai Gadja

Apai Gadja adalah tetua spiritual dan naturalis yang dihormati dan telah menjalani hampir seluruh hidupnya di hutan Sungai Utik, ia memimpin ritual dan ajaran penting bagi masyarakat. Di antara banyak daya tarik yang diilhami oleh rumahnya adalah kehidupan burung yang beragam di wilayah ini, dan terutama pertanda burung, atau Burang Bisa dalam bahasa Iban. Tujuh pertanda burung adalah Sengalang Burang (Elang BondolBrahminy Kite), Ketupong (Rufous Piculet), Beragai (Trogon ekor merah Scarlet-rumped trogon), Pangkas (Pelatuk Merah), Bejampong (Crested Jay) Embuas (Banded Kingfisher), Kelabu Papau (Diard’s Trogon) dan Nendak (White-rumped shama). Apai Gadja membantu mengamati dan menafsirkan gerakan unik dan seruan burung-burung ini untuk orang -orang Sungai Utik, memberikan masukan tentang keputusan-keputusan penting dan penentuan waktu dari berbagai ritual dan kegiatan masyarakat. 

 

Icha CU Portrait Icha

Icha, putri hutan, telah tumbuh dengan pepohonan, binatang, dan air yang mengelilingi rumah panjangnya. Salah satu dari hampir 300 penduduk desa Sungai Utik, ia telah belajar tentang caracara adat untuk memanen tanaman dan hewan, cara menenun keranjang dan kain berwarna-warni yang penting bagi pekerjaan masyarakat, dan cara memanfaatkan alat modern seperti GPS dan peralatan kamera canggih untuk mempelajari dan melestarikan hutan. Dia juga telah belajar tentang ilmu dan kekuatan burung-burung pertanda di hutan, yang kebijaksanaannya selalu membimbing Masyarakat Adat Dayak Iban dari Kalimantan Tengah. Ini adalah pertama kalinya Icha berpartisipasi dalam proyek film dengan desanya. 

Pemutaran

Mountain Film Festival, Telluride, CO (Global Premiere)
Date & Time:
May 23 – 27, 2024
Location: Telluride, Colorado
More Info: CLICK HERE

Rio de Janeiro International Short Film Festival
Date & Time:
April 17 – 24,  2024
Location:Rio de Janeiro, Brazil
More Info: CLICK HERE

Press Notes

Here you can download the press notes, containing comprehensive information and insights into the making of the film, the people involved, images, contact and other information for press.

Download the press notes PDF

Tentang Sungai Utik

Sungai Utik adalah kelompok Dayak Iban di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Indonesia. Dayak Iban Sungai Utik terus mempraktikkan sistem adat mereka, termasuk budaya Betang (rumah panjang tradisional), yang menampung lebih dari 300 orang. Dari rumah panjang 214 meter mereka, Dayak Iban Sungai Utik telah melindungi hutan adat mereka seluas 9.504 hektar dari kepentingan perusahaan dan penebang ilegal. Selama beberapa dekade, Dayak Iban Sungai Utik telah menunjukkan komitmen kolektif dan persatuan mereka untuk mempertahankan wilayah leluhur mereka sambil mempraktikkan tradisi manajemen lokal. Dayak Iban Sungai Utik memiliki sistem spasial adat dalam konservasi dan manajemen sumber daya yang dipandu oleh aturan adat yang ketat.  

Dayak Iban Sungai Utik memperoleh sertifikat pengelolaan hutan berkelanjutan dari Lembaga Ecolabel Indonesia – badan sertifikasi yang kredibel dan independen, Penghargaan Kalpataru dari Wakil Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia dan merupakan salah satu komunitas terpilih yang menerima UN Development Program’s Equator Prize, sebagai pengakuan atas inisiatif komunitas yang luar biasa yang memajukan solusi berbasis alam untuk perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan lokal. 

Dukung Sungai Utik

Support Sungai Utik and help us save our sacred lands. Donate Today!

Contact Us

We would love to hear from you! Please fill out the form below to get in touch regarding any film-related inquiries, feedback, or collaboration opportunities.